ULUMUL
HADITS
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah tugas mata
kuliah Ulumul Hadits Jurusan Syariah Program Studi Perbankan Syariah Kelompok 2
Semester II
DI SUSUN OLEH :
Kelompok IV
Muh.Arifai Hasri 01165039
Rizki Dwi Yanti 01165048
Harmi 01165059
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
WATAMPONE
2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
yang berjudul “Mengenal Kitab Sunan Al-Imam Al-Tirmidzi” selesai tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak
lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Watampone , 29 Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A..Latar
Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi
Penulis......................................................................... 3
B. Bentuk
Penyusunan ................................................................. 5
C. Ekspektasi
Ulama atas Karya Tersebut..................................... 6
BAB III PENUTUP
A.Kesimplan.................................................................................. 18
B.Saran.......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadis
Nabawi adalah sumber kedua setelah al-Qur’an yang diikuti oleh Ijma’ dan juga
Qiyas. Hadis tak bisa dipungkiri memiliki peranan yang urgent sebagai sumber
terhadap hukum-hukum Islam. Al-Qur’an bisa difahami dan didekati melalui hadits
sehingga hadits berperan sebagai Mubayin,
Muqoyyid, Muwaddih al Musykil, Nasikh dan lain-lain bagi al-Qur’an.
Lain
halnya dengan al-Qur’an yang sejak awal sudah menjadi perhatian banyak kalangan
sahabat, hadits pada masa Rasulullah Saw hidup hanya diriwayatkan secara lisan
tanpa menggunakan tulisan. Sebab, saat itu jika hadits ditulis dikhawatirkan
redaksi-redaksinya tercampur dengan ayat al-Qur’an. Meskipun demikian, ada
beberapa sahabat yang tetap menulis redaksi hadits untuk kepentingan pribadinya
bukan rujukan umum. Sebut saja Abdullah ‘Amr bin al ‘Ash.
Setelah
Rasulullah wafat, dan banyak para sahabat penghafal hadits yang meninggal.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz mulai merasa khawatir dan prihatin terhadap hadits
yang belum sepenuhnya ditulis. Kekhawatiran inilah yang menjadi langkah awal
untuk pengkondifikasian hadits.
Muhammad
bin Syihab al- Zuhri bertugas sebagai coordinator pengumpul hadits. Hadits yang
terkumpul pada saat itu belum terklasifikasi berdasarkan bab, kwalitas dll
namun masih bercampur dalam satu buku kumpulan hadits-hadits Nabi yang disebut al- Jawami’
Seiring
teprsebarnya islam, maka perhatian penuh terhadap Hadits mulai tampak. Lahirlah
rumusan-rumusan kaidah yang berkaitan dengan hadits, kwalisifikasi hadits dll.
Rumusan kaidah inilah yang kemudian pada masa Tabi’in dibukukan ke dalam satu
disiplin ilmu yang disebut ilmu hadits. Disamping kitab yang berkaitan dengan
ilmu Hadits, kitab-kitab hadits Nabi juga murak ditulis. Kitab-kitab ini yang
kemudian dijadikan kitab induk hadits Nabi.
1
|
-
Sohih al Bukhori
-
Sohih Muslim
-
Sunan Abi dawud
-
Sunan al-
Tirmidzi
-
Sunan an Nasa’i
-
Sunan Ibnu Majah
Keenam
kitab ini disebut dengan kutub as Sittah (enam kitab pokok hadits).
Selanjutnya, kitab-kitab ini disempurnakan lagi menjadi kutub at Tis’ah
(Sembilan kitab pokok hadits) dengan menambahkan sunan ad Daruquthi, sunan ad Daromi, sunan al
Baihaqi.
Masing-masing
kitab ini memiliki karakteristik dan metode tresendiri dalam pengumpulan
hadits. Pada makalah ini, penulis mencoba menelaaah apa yang aada di dalam
kitab Jami’ imam Tirmidzi atau yang dikenal dengan Sunan al- Tirmidzi. Sebab,
kitab ini tidak hanya memuat hadits-hadits yang berkualitas melainkan hadits
hasan, dhaif dan selainnya juga ia himpun dalam kitab ini. Bahkan, imam
Tirmidzi juga memberikan komentar akan status hukum dan kualitas suatu hadits.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapakah Al-Imam
Al-Tirmidzi?
2.
Bagaimanakah
Bentuk Penyusunan Dari Kitab Sunan Al-Imam Al-Tirmidzi?
3.
Apa Ekspektasi
Ulama Atas Karya Al-Imam Al-Tirmidzi?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
Biografi Al-Imam Al-Tirmidzi
2.
Untuk mengetahui
Bentuk Penyusunan Kitab Al-Imam Al-Tirmidzi
3.
Untuk mengetahui
Ekspektasi ulama atas karya Al-Imam Al-Tirmidzi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Imam Al Tirmidzi
Al-Imam
al-Tirmidzi nama lengkapnya ialah Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Tsawrah Ibn Musa
Ibn al-Dhahak al-Sulami al-Bighi al-Tirmidzi. Ahmad Muhammad Syakir menambha
dengan sebutan al-Dharir, karena mmengalami kebutaan di masa tuanya.
Al-Sulami
dibangsakan dengan Bani Sulaym, dari Qabilah ‘Aylan, sedangkan al-Bughi adalah
nama desa tempat al- Imam wafat, yakni di Bugh dan dimakamkan juga di sana.
Al-Imam
al-Tirmidzi terkenal dengan sebutan Abu Isa, yang ternyata sebagian ulama tidak
menyenangi sebutan itu, karena ada hadits yang ditahrijkan oleh ibn Abi Syayban
seorang pria tidak dibenarkan menggunakan sebutan aatau nama aabu Isa yang
berarti ayah dari Isa.seperti yang diketahui Isa tidak memiliki ayah.
Sedangkaan penisbaan namanya kepada Tirmidzi karena ia lahir dan berkembang di
kota Rirmiz, yaitu kota yang terletak dibagian selatan kota Iran sekarang.[1]
Imam
Tirmidzi lahir pada bulan zulhijjah tahun 209 H (824 M). kakeknya dahulunya
merupakan orang Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap disana, lalu di
kota inilah terlahirnya imam al-Tirmidzi. Sejak kecil ia sudah suka mempelajari
ilmu hadis dan melakukan perjalanan ke beberapa negri untuk mendapatkan ilmu.
Dalam perjalanannya inilah, ia bertemu
dengan beberapa ulama besar ahli hadits
dan belajar hadis bersama mereka, beliau wafat pada malam senin 13 Rojab tahun
279 H dalam usia 70 tahun.[2]
3
|
Al-Imam
al-Tirmidzi berguru secara langsung dengan guru-gurunya, ‘Ali Ibn al- Madani di
Samara (wafat tahun 234 H), Muhammad Ibn ‘Abdullah Nurmayr al- Kufi ( wafat
tahun 234 H). disamping itu Imam al- Tirmidzi berguru dengan syaykh-syaykh
terkenal yang telah wafat sebelumnya, dengan perantaraan murid-muridnya.
Syaykh-syaykh itu antara lain Ibrahim Ibn al-Munzhir (wafat tahun 63 H),
Muhammad Ibn ‘Amru al- Sawaq al- Balkhi (wafat tahun 36 H), dan Muhammad Ibn
Ghilan dari Merw (wafat tahun 39 H). faktor yang menguntungkan bagi al- Imam
al-Tirmidzi ialah bahwa saat itu merupakan masa kebangkitan ulama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dalam ilmu hadis dan fiqh, dan para mujtahid yang
mengembangkan upaya menata hukum Islam dari segi dasar, pola piker dan petunjuk
operasional pelaksanaan syari’ah Islam dari hadits Nabi Muhammad Saw. Adapun
tokoh-tokoh terkemuka pada saat itu ialah Imam Muhammad Ibn Idris (150 H-204
H), dan sekaligus membina madzhabnya di Iraq, sesungguhnya di sana telah
berkembang madzhab Abu Hanifah (83 H-150 H) yang terkenal sebagai ahli ra’yu.
Di Madina juga telah berkembang mazhab Imam Ahmad Ibn Hanbal (164 H- 241 H).
Menurut
Ibn Khillikan, penulis kitab Wafayat al-A
yan wa Anba’I al-Zaman, bahwa al-Tirmidzi adalah murid dari Abdullah Ibn
Isma’il Al- Bukhari, tetapi juga berguru kepada ulama yang sama dengan tempat
berguru para ahli hadits yang lain yang telah disinggung di muka.
Penjelasan
dari Al-Shalah Al-Safadi menyebutkan bahwa Al-Tirmidzi banyak menerima hadist
dari Abdullah Ibn Isma’il Al- Bukhari. Ada Sembilan orang guru yang sama
menjadi sumber riwayat hadits dari Imam hadis yang enam, Al-Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, Al-Nasa’I, Al- Tirmidzi, dan Ibn Majah yakni seperti di bawah ini :
1.
Ibn Bandar (252
H)
2.
Muhammad Ibn
Mushanna (252 H)
3.
Ziyad Ibn Yahya
Al- Hasani (254 H)
4.
Abbas Ibn Abdu
al-zhim al-Hanbari (246 H)
5.
Abu Sa’id
Al-Asyah Abdullah Ibn Sa’id Al-Kindi (257 H)
6.
Abu Hafs Umar
Ibn Ali Al- Falas (249 H)
7.
Ya ‘qub Ibn
Ibrahim Al-Dawraqi (252H)
8.
Muhammad Ibn
Ma’mar Al-Bahrani (256 H)
9.
Nashr Ibn Ali
Al-Jahlami (250 H)
Al-Hafidh
Ibn Hajar menerangkan bahwa guru dari Al- Tirmidzi dapat dibagi menjadi tiga
angkatan/tabaqat sebagai berikut :
Pertama,
mereka mendahului al-Imam al-Tirmidzi seperti Quptaybah Ibn Sa’id, Ali Ibn
Hajar sebagai tokoh angkatan/tabaqat kesepuluh. Imam Bukhari ternyata juga
menerima riwayat dari ahli hadits angkatan ini.
Kedua,
angkatan berikutnya, dari segi umur maupun sanad, mereka itulah pada umumnya
guru al-Imam al-Tirmidzi yang menyampaikan dan menjadi sumber riwayat, seperti
Ahmad Ibn Mani al-Baghawi (244 H), Umar Ibn Ali Falas, Muhammad Ibn Abban
al-Mustamili (244 H).
Ketiga,
guru-guru pada periode ke-11, seperti Hasan Ahmad Ibn Abi Syu’ayb (250 H),
al-Bukhari, Muslim dan banyak lagi, seperti Hisyam Ibn Amar al-Dimasyqi (254 H)
dari Nigeria.
Diketahui
bahwa sanad Imam al-Tirmidzi banyak kesamaannya dengan guru-guru/syaykh dari
Imam Bukhari dan Muslim dalam Kitab al-Jami. Hal ini disebabkan oleh beberapa
hal.
1.
Al-Imam
al-Tirmidzi hanya melakukan perlawatan kesebagian negeri, diwilayah mereka
konon ia tidak ke Mesir dan juga tidak ke Baghdad.
2.
Keluasan dan
kedalaman ilmunya yang mendekati guru-gurunya, disamping ada nilai lebihnya.
3.
Al-Imam
al-Tirmidzi lebih kemudian masa hidupnya baik dari umur, masa belajar maupun
kegiatan perlawatan mengumpulkan hadits.
Mengenai
nama-nama perawai yag menjadi sumber periwayatan al-Imam al-Tirmidzi secara
langsung dan yang tidak langsung yang dijadikan bahan penulisan kitab-kitabnya
tersebut dalam lampiran II.
Diantara
murid al-Imam al-Tirmidzi yang termashur, ialah:
1.
Abu Bakr Ahmad
Ibn Isma’il Ibn ‘Amir al-Samarkandi;
2.
Abu Hamid Ahmad
Ibn ‘Abdullah Ibn Dawud al-Marwazi al-Tajir;
3.
Ahmad Ibn ‘Ali
Al-Maqari;
4.
Ahmad Ibn Yusuf
al-Nasafi, dll.[3]
B.
Bentuk Penyusunan Kitab Al-Imam Al-Tirmidzi
Imam
Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab, diantaranya:
1) Al Jami’ as Sohihain, yang terkenal dengan sebutan
Sunan at-Tirmidzi.
2) Kitab I’Illal, kitab ini terdapat pada akhir kitaab
Al-Jami’
3) Kitab Ar-Tarikh
4) Kitab Asy-Syama’il al- Nabawiyyh
5) Kitab al-Zuhud
6) Kitab al-Asma; wa al-Kuna[4]
Diantara
kitab-kitab diatas, yang paling terkenal adalah Al-Jami’ as Sohihain atau sunan
al-Tirmidzi, dan kitab-kitab lainnya kurang dikenal dikalangan masyarakat.
Dalam
meriwayatkan hadis, al-Tirmidzi menggunakan metode yang berbeda dengan
ulama-ulama lain. Berikut metode-metode yang ditempuh oleh al-Tirmidzi:
a.
Men-takhrij
hadis yang menjadi amalan para fuqaha’.
Dalam
kitabnya, al-Tirmidzi tidak meriwayatkan hadis, kecuali hadis yang diamalkan
oleh fuqaha’, kecuali dua hadis, yaitu:
-
“ sesungguhnya
Rasullah menjama’ Shalat Zuhur dengan Ashar dan Magrib dengan Isy’, tanpa
adanya sebab takut, dalam perjalanan, dan tidak pula karena hujan”.
-
“apabila
seseorang minum khamar, maka deraahlah ia, dan jika ia kembali minum khabar
pada yang keempat kalinya maka bunuhlah ia”.
·
Hadis pertama,
menerangkan tentang men-jama’ shalat. Para ulama tidak sepakat untuk
meninggalkan hadis ini, dan boleh hukumnya melakukan shalat jama’ di rumah
selama tidak dijadikan kebiasaan. Demikian pendapat Ibn Sirin serta sebagian
ahli fiqh dan ahli hadis.
·
Hadis kedua,
menerangkan bahwa peminum khamar akan dibunuh jika mengulangi perbuatannya yang
keempat kalinya. Hadis ini menurut al-Tirmidzi dihapus oleh ijma’ ulama.
b.
Memberi
penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadis.
Tirmidzi
mengungkapkan: “dan apa yang telah disebutkan dalam kitab ini mengenai ‘ilal
hadis, rawi ataupun sejarah adalah hasir dari apa yang aku takhrij dari
kitab-kitab tarikh, dan kebanyakan yang demikian itu adalah hasil diskusi saya
dengan Muhammad bin Isma’il (al-Bukhari)”.
Pada kesempatan lain al-Tirmidzi juga mengatakan : “ dan kami
mempunyai argument yang kuat berdasarkan pendapat ahli fiqih terhadap materi
yang kami terangkan dalam kitab ini”. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa
usaha menjelaskan keadaan suatu hadis dimaksudkan oleh al-Tirmidzi untuk
mengetahui kelemahan hadis bersangkutan. Menurut al-Hafiz Abu Fadhil bin Tahir
al-Maqdisi (w. 507 H) ada empat syarat yang ditetapkan oleh al-Tirmidzi sebagai
standarisasi periwayatan hadis, yaitu:
1)
Hadis-hadis yang
sudah disepakati keshahihannya oleh Bukhari dan Muslim.
2)
Hadis-hdis yang
Shahih menurut standar keshahihan Abu Awud dan al-Nasa’I, yaitu hadis-hadis
yang para ulama tidak sepakat untuk meninggalkannya, dengan ketentuan hadis itu
bersambung sanadnya dan tidak mursal.
3)
Hadis-hadis yang
tidak dipastikan keshahihannya dengan menjelaskn sebab-sebab kelemahannya.
4)
Hadis-hadis yang
dijadikan hujjah oleh fuqaha’, baik hadis tersebut shahih atau tidak. Tentu
sajaa ketidak-shahihannya tidak sampai pada tingkat dha’ifmatruk.
C.
Ekspektasi ulama atas karya Al-Imam Al-Tirmidzi
Terlepas
dari kebesaran dsan kontribusi yang telah diberikan oleh al-Tirmidzi melalui
kitabnya, tetap muncul berbagai pandangan controversial antara yang memuji dan
mengkritik karyaa tersebut. Di antaranya adalah al-Hafiz al-‘Alim al-Idrisi,
yang menyatakan bahwa al-Tirmidzi adalah seorang dari para imam yang memberikan
tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadis, mengarang al-Jami’, Tarikh, ‘ilal,
sebagai seorang penulis yang ‘alim yang meyakinkan, Ia seorang contoh dalam
hafalan.
Lain
halnya dengan al-Hafiz Ibn Asihr (w. 524 H), yang menyatakan bahwa kitab
al-Tirmidzi adalah kitab shahih, juga sebaik-baiknya kitab, banyak kegunaannya,
baik sistematika penyajiannya dan sedikit sekali hadis-hadis yang terulang. Di
dalamnya juga dijelaskan pula hadis-hadis yang menjadi amalan suatu mazhab
disertai argumentasinya. Di samping itu Tirmidzi juga menjelaskan kualitas
hadis, yaitu shahih, saqim dan gharib.
Sementara
Abu Isma’il al-Harawi (w. 581 H) berpendapat, bahwa kitabal-Tirmidzi lebih
banyak memberikan faedah dari pada kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim,
sebab hadis yang memuat dalam kitab al-jami’ al-Shahihal-Tirmidzi diterangkan
kualitasnya, demikian juga dijelaskan sebab-sebab kelemahannya, sehingga orang
dapat lebih mudah mengambil faedah kitab itu, baik dari kalangan fuqaha’,
muhadditsin, dan lainnya.
Al-‘Allamah
al-syaikh’ Abd al-‘Aziz berpendapat, bahwa kitab al-jami’al-Shahihal-Tirmidzi
adalah kitab yang terbaik, sebab sistematika penulisannya baik, yaitu sedikit
hadis-hadis yang disebutkan berulang-ulang, diterangkan mengenai mazhab-mazhab
fuqaha’ serta cara istidlal yang mereka tempuh, dijelaskan kualitas hadisnya,
dan disebutkan pula nama-nama perawi, baik gelar maupun kunyahnya.
Seorang
orientalis Jerman, Brockelman menyatakan ada sekitar 40 hadis yang tidak
diketahui secara pasti apakah hadis-hadis itu termasuk hadis Abi Isa
al-Tirmidzi sekumpulan hadis itu dipertanyakan apakaah kitab yang berjudul
al-Zuhud atau al-Asma’waal-Kunya. Ada dugaan keras bahwa kumpulan hadis itu
adalah al-fiqh atau al-Tarikh, tetapi masih diragukan.
Ignaz
Goldziher dengan mengutip pendapat al-Zahabi telah memuji kitab al-Jami’
al-Shahih dengan memberikan penjelasan bahwa kitab ini terdapat perubahan
penetapan isnad hadis, meskipun tidak menyebabkan penjelasan secara rinci,
tetapi hanya garis besarnya. Di samping itu, didalam kitab al-jami’ al-Shahih
ini ada kemudahan dengan memperpendek saanad.
Kendati
banyak yang memuji kitab al-Jami’al-Tirmidzi, namun bukan berarti kemudian
luput dari kritikan. Al-jami’al-Shahihli al-Tirmidzi terdapat 30 hadis hmaudu’
(palsu), meskipun pada akhirnya pendat tersebut dibantah oleh Jalaluddin
al-Suyuti (w. 911 H) dengan mengemukakan, bahwa hadis-hadis yang dinilai palsu
tersebut sebenarnya bukan palsu, sebagaimana yang terjadi dalam kitab Shahih
Muslim yang telaah dinilainya palsu, namun ternyata bukan palsu.
Dikalangan
ulama hadis, al-jauzi memang dikenal terlalu tasahul (mudah) dalam menilai
hadis sebagaai hadis palsu. Mengacu kepada pendapat al-suyuti, dan didukung
oleh pengakuan mayoritas ulama hadis seperti telah dikemukakan, maka penilaian
Ibn al-jauzi tersebut tidak merendahkan al-Tirmidzi dan kitab
al-Jami’al-Shahih-nya.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Al-Imam
al-Tirmidzi nama lengkapnya ialah Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Tsawrah Ibn Musa
Ibn al-Dhahak al-Sulami al-Bighi al-Tirmidzi. Ahmad Muhammad Syakir menambha
dengan sebutan al-Dharir, karena mmengalami kebutaan di masa tuanya. Al-Imam
al-Tirmidzi terkenal dengan sebutan Abu Isa, yang ternyata sebagian ulama tidak
menyenangi sebutan itu, karena ada hadits yang ditahrijkan oleh ibn Abi Syayban
seorang pria tidak dibenarkan menggunakan sebutan aatau nama aabu Isa yang
berarti ayah dari Isa.seperti yang diketahui Isa tidak memiliki ayah.
Sedangkaan penisbaan namanya kepada Tirmidzi karena ia lahir dan berkembang di
kota Rirmiz, yaitu kota yang terletak dibagian selatan kota Iran sekarang. Imam
Tirmidzi lahir pada bulan zulhijjah tahun 209 H (824 M). Beliau wafat pada
malam senin 13 Rojab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
2.
Imam Tirmidzi
banyak menulis kitab-kitab, diantaranya:
a.
Al Jami’ as
Sohihain, yang terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi.
b.
Kitab I’Illal,
kitab ini terdapat pada akhir kitaab Al-Jami’
c.
Kitab Ar-Tarikh
d.
Kitab
Asy-Syama’il al- Nabawiyyh
e.
Kitab al-Zuhud
f.
Kitab al-Asma;
wa al-Kuna[6]
3.
Terlepas dari kebesaran dsan
kontribusi yang telah diberikan oleh al-Tirmidzi melalui kitabnya, tetap muncul
berbagai pandangan controversial antara yang memuji dan mengkritik karyaa
tersebut. Lain halnya dengan al-Hafiz
Ibn Asihr (w. 524 H), yang menyatakan
bahwa kitab al-Tirmidzi adalah kitab shahih, juga sebaik-baiknya kitab,
banyak kegunaannya, Sementara Abu Isma’il al-Harawi (w. 581 H) berpendapat,
bahwa kitabal-Tirmidzi lebih banyak memberikan faedah dari pada kitab shahih
Bukhari dan shahih Muslim, sebab hadis yang memuat dalam kitab al-jami’
al-Shahihal-Tirmidzi diterangkan kualitasnya, demikian juga dijelaskan
sebab-sebab kelemahannya, sehingga orang dapat lebih mudah mengambil faedah
kitab itu, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin, dan lainnya
10
|
B.
Saran
11
|
Karena
pentingnya ilmu Hadits maka sebagai umat islam kita seharusnya lebih memahami
secara akan ilmu hadits tersebut serta mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, kita harus tetap menjaga kemurnian dari isi hadits tersebut,
karena bagaimanapun hadits merupakan pedoman setelah al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
H. Ahmad Sutarmadi., Al-Imam Al-Tirmidzi (Peranannya dalam
Pengembangan Hadits & fiqh). ( --Cet.1—Jakarta : Logos,1998)
H.A.Aziz Masyhuri., Ilmu Hadits untuk Madrasah Aliyah dan
Umum,(--Cet.1—Jakarta : Cv Sagung Seto, 2011)
https://bayuada.blogspot.co.id/2016/08/makalah-biografi-imam-at-tirmidzi-dan.html?m=1
[1]
H. Ahmad Sutarmadi., Al-Imam Al-Tirmidzi
(Peranannya dalam Pengembangan Hadits & fiqh). ( --Cet.1—Jakarta :
Logos,1998) h. 49-50.
[2]
https://bayuada.blogspot.co.id/2016/08/makalah-biografi-imam-at-tirmidzi-dan.html?m=1
[3]
H. Ahmad Sutarmadi., Al-Imam Al-Tirmidzi
(Peranannya dalam Pengembangan Hadits & fiqh). ( --Cet.1—Jakarta :
Logos,1998) h. 60-63.
[4]
H.A.Aziz Masyhuri., Ilmu Hadits untuk
Madrasah Aliyah dan Umum,(--Cet.1—Jakarta : Cv Sagung Seto, 2011) h. 167
[5]
https://bayuada.blogspot.co.id/2016/08/makalah-biografi-imam-at-tirmidzi-dan.html?m=1
[6]
H.A.Aziz Masyhuri., Ilmu Hadits untuk
Madrasah Aliyah dan Umum,(--Cet.1—Jakarta : Cv Sagung Seto, 2011) h. 167